Ini sekolah kami, Sekolah Sukma Bangsa Bireuen, satu
sekolah swasta di atas bukit Bireuen. Saya Alimuddin, salah satu guru di sana.
Alimuddin adalah alumni dari Fakultas Ekonomi, jurusan Akuntansi Universitas
Syiah Kuala. Tanpa S. Pd di belakang nama, hanya Sarjana Ekonomi. Pada masa
kuliah saya sempat mengajar di tempat bimbel belajar, dengan latar belakang
menulis yang kuat pada masa itu, dan pada tahap wawancara dengan direktur, saya
menjual kemampuan saya itu, selain mengajar saya akan mengembangkan kegiatan
ekstrakurikuler menulis, barangkali ini memberatkan timbangan saya di mata
pewawancara, maka saya diterima, menjadi guru.
Sekolah itu di atas bukit dengan luas lingkungan
sekolah lebih kurang tujuh hektar. Sekolah di atas bukit cantik, rindang, dengan bangunan kokoh nan
gagah. Fasilitas olah raga katakan saja, lapangan mana yang tidak ada, bola
kaki, badminton, basket, tenis meja. Ruang musik, ruang serba guna ada. Sebut
saja ini sekolah paling keren di kota kami.
Saya Alimuddin, mengajar di sana. Mengajar Ekonomi di
enam kelas SMA. Ekonomi adalah pelajaran penuh teori, hafalan dan penuh bicara.
Dan terlalu sering nasibnya naas karena terletak di jam perut keroncongan atau
jam saatnya dimana rasa mengantuk akan tiba.
Bagaimana
membuat menjadikan pelajaran ini menarik? Pikir saya, ini pekerjaan bukan mudah
tapi tidak mustahil untuk ditaklukkan.
Teringat dan terkenang dengan pola pembejaran gaya
mahasiswa dan dosen. Dosen masuk ke ruangan, membagi kelas ke dalam kelompok-kelompok
dengan tiap kelompok mendapatkan tugas
berupa beberapa bab, membuat slide, presentasi, selesai.
Saya mengadopsi gaya itu dengan keyakinan penuh yang
saya miliki, masuk ke kelas, menuliskan bab-bab yang akan dipelajari, membagi
kelas dalam kelompok. Mereka akan membuat slide, kemudian bersiap untuk
presentasi. Hari itu sebagai pembuka pertemuan kami, saya melakukan presentasi
materi di hadapan mereka. Dengan slide yang sudah saya siapkan.
Saya tidak membuat slide, ya tidak perlu. Sekolah di
atas bukit dengan internet hidup nyaris dua puluh empat jam, sangat membantu
mencari referensi, slide dengan materi yang saya inginkan, tersebar. Hanya
mengambil saja dan menyimpan di laptop, lalu akan menyajikannya kepada siswa. Benar-benar
materi yang sangat diinginkan dan diharapkan. Betapa menggembirakan. Pekerjaan
susah dengan bantuan tekhnologi menjadi ringan bak kapas.
Lalu pada pertemuan selanjutnya, siswa memulai
pekerjaan mereka. Kelompok pertama presentasi di depan kelas sangat menyulut
semangat. Presentasi rapi, tearah dengan penjelasan yang mudah dipahami.
Kelompok lain mengacung tangan, bertanya, memberikan pernyataan yang menjebak
untuk kemudian menggugat jawaban kelompok penyaji materi. Saya terkesan,
membatin, inikah kemampuan kelas ini?
Begitu membuat terkesima. Atau ini seperti ucapan selamat datang hangat bagi
saya sebagai seorang guru baru?
Saya mulai berpikir untuk mematenkan pola ini untuk
semua materi, semua kelas yang saya ajar.
Tapi jika dalam
beberapa presentasi kelas selanjutnya, saya menemukan beberapa siswa yang
menguap dalam waktu bersamaan, gairah diskusi menurun drastis, kelas cenderung
ribut tidak beraturan, saya bertanya dan bertanya, siapa yang harus saya salahkan? Dalam waktu
bersamaan muncul tanya lain, apa yang harus saya lakukan?
Dan bolehlah saya menyebut ini dengan bimbang!
Bagaimana rasanya memakan kuah bening setiap
hari?
Saya menderita sakit pencernaan parah beberapa tahun
lalu. Saya menderita, menderita sekali. Menderita karena sakit perut membuat
perut dan kehidupan saya tidak nyaman. Menderita karena begitu banyak menu yang
ingin saya nikmati, tapi saya tak bisa. Saya tak bisa menikmati.
Menemukan siswa yang suntuk dengan presentasi materi
yang sedang berlangsung, sekonyong-konyong saya teringat dengan kuah bening
yang saya nikmati setiap hari pada waktu itu. Dengan tidak berpikir panjang, saya menyamakan dua kasus di
atas. Sama-sama menyebalkan, dan tidak enak dan sama-sama menderita.
Maka saya mencoba menjadi peka dengan kebutuhan siswa pada tahun
berikutnya. Rasanya pusing dan melahirkan mumet yang membuat kepala panas dan
tidak pernah dingin. Apa yang harus saya
lakukan, saya terus bertanya dan bertanya?
Internet dengan jangkaun dunia semesta, buku-buku, teman-teman
guru dengan pengalaman berbeda saya sangat memerlukan mereka.
Lebih-lebih internet, ibarat pintu kemana saja
Doraemon yang membuat kami mampu berpetualang dengan leluasa. Dalam petualang
itu, banyak hadiah bisa saya pulang. Slide-slide materi, video materi,
materi-materi, soal-soal dengan dilengkapi pembahasan rinci. Dan yang kerap
saya lakukan adalah mengambil itu mentah-mentah, mengambil slide materi yang
saya butuhkan, memberikan kepada siswa, tanpa adanya ikhtiar untuk meramu
sehingga rasanya akan lebih menyenangkan. Dan itu saya lakukan secara berulang
dan terus-menerus.
Saya seperti sedang menjadi guru yang super egois,
guru yang hanya memikirkan bagaimana melaksanakan kewajiban kegiatan belajar
mengajar, memanfaatkan teknologi karena itu sangat membantu, menjadikan proses
belajar mengajar menjadi begitu cepat dan tidak menguras energi. Saya guru yang tidak memikirkan nasib
siswa bukan?
Mengapa saya lakukan seperti itu?
Saya menjawab sebab teknologi itu penolong. Ia bisa
menolong segala hal. Penolong yang baik hati, begitu memanjakan manusia yang jika tidak sigap akan menjadikan
manusia manja. Sangat manja. Jika tidak mau disebutkan dengan kata-kata
berikut: malas. Dan manusia menerima pertolongan tersebut dengan sepenuh hati
tanpa ingin memberikan kreativitas apapun pada pertolongan tersebut.
***
Maka saya bertransformasi dalam materi Manajemen setelah saya banyak mencari bahan
dan referensi, menyusun Rencana Pelaksaaan Pembelajaran (RPP)-- bagaimana saya
akan menyajikan materi kepada siswa-siswa.
Berubaaah,
batin saya ala-ala pahlawan anak-anak era 90-an. Kami akan mempelajari berkenan
bidang-bidang manajemen, khususnya bidang marketing. Diskusi pembuka kami
lakukan berkenan hal tersebut. Lalu saya tampilkan beberapa iklan di infocus yang
ditembakkan ke dinding. Iklan dari dalam dan luar negeri yang saya unduh di
youtube. Iklan serius, iklan lucu. Siswa seksama mengamati, tertawa, lalu
serius kembali mengamati.
Diskusi, mereka, saya antusias. Saya bertanya kepada
mereka, apa manfaat iklan bagi sebuah produk. Kata mereka, jika tidak ada
iklan, produk itu bisa saja sama sekali tidak dikenali oleh pembeli sehingga
bisa jadi produk itu penjualannya akan sedikit.
Sekali lagi mereka antusias, sangat antusias.
Kemudian kami membagi kelas menjadi empat kelompok.
Tugas mereka adalah membuat iklan. Dari iklan yang mereka tonton, mereka dapat
simpulkan bahwa iklan itu harus menarik, menyampaikan pesan atau maksud, durasi
iklan singkat. Kami menyepakati bahwa
waktu membuat tugas itu satu minggu. Dan setelah selesai, iklan harap diupload
di facebook salah satu anggota kelompok. Dan pada saat itu mereka bercoleteh,
facebook mereka bisa juga difungsikan untuk pembelajaran, bukan sekedar untuk
update status yang lebay.
Pada pertemuan selanjutnya kami sama-sama menonton
iklan yang telah mereka buat. Tertawa-tawa dan memberi masukan. Saya menentukan
dua pemenang, satu pemenang terbaik versi saya, dan satu pemenang lainnya
dengan jumlah like terbanyak di
facebook.
Hadiah yang saya bawa untuk pemenang murah meriah,
beberapa bungkus permen, cemilan ala kadar, kelas semarak.
Lain hari saya masuk ke kelas X dengan materi kebutuhan
dan keinginan. Materi ini harus saya habiskan dalam 8 jam pelajaran, 4
pertemuan. Saya menjelaskan materi dasar, kebutuhan adalah sesuatu yang
dibutuhkan yang manusia, bila tidak terpenuhi maka kelangsungan hidup akan
terganggu. Sedangkan keinginan adalah sesuatu yang diinginkan dan bila tidak
terpenuhi, kelangsungan hidup tidak akan terganggu.
Lalu saya
bertanya bagaimana jika kebutuhan primer manusia tidak terpenuhi?
Ragam jawaban, kelaparan, tidak sejahtera, tidak
enak, kasihan, bahkan ada yang menjawab tidak mungkin ada manusia yang
kebutuhan primernya tidak terpenuhi.
Saya tersenyum, saatnya beraksi.
Saya sudah menyiapkan gambar-gambar. Gambar-gambar
dari beragam buku dan dari internet si penolong. Anak-anak saya bagi ke dalam
beberapa kelompok. Kata saya, mereka akan diajak berjalan-jalan mengelilingi
kehidupan. Menggunakan kereta api, jadi mereka menyusun diri mereka menjadi kereta
api. Untuk lebih seru dan semarak saya meminta mereka menyiapkan sebuah tembang
anak-anak yang harus dinyanyikan ketika akan melakukan perjalanan nanti.
Sementara saya menempelkan gambar-gambar di
dinding-dinding kelas, anak-anak di luar menghafal lagu yang mereka inginkan. Gambarnya
melukiskan keprihatinan. Anak-anak kelaparan di seluruh dunia, mungkin
bencana,perang atau kemiskinan melanda Negara mereka. Selesai saya menempel,
satu persatu kelompok saya persilahkan masuk. Mereka gembira bernyanyi, tertawa,
ketika sampai di gambar pertama, wajah mereka berubah, mereka berhenti lama di
gambar pertama, siapapun bisa menemukan kesedihan di wajah mereka.
Hingga semua kelompok selesai melakukan perjalanan, kami
duduk membentuk lingkaran. Saya bertanya bagaimana perasaan mereka setelah
melihat beberapa gambar tersebut?
Sedih, prihatin, mereka kurus sekali, itu manusia
masih hidup? Itu jawaban siswa.
Saya menekankan, ini jika kebutuhan primer tidak
terpenuhi.
Lalu kami mengaitkan situasi yang ada di gambar
dengan kehidupan siswa. Bahwa betapa beruntungnya mereka dilahirkan di tempat
ini, dengan orang tua lengkap, dengan kehidupan yang jauh lebih beruntung.
***
Saya berpikir dan mengeja-ngeja baik dalam benak saya,
apapun itu namanya, Teknologi, Informasi, Komunikasi, itu semua adalah alat.
Alat teknologi itu penunjang, mempermudah guru dalam mencapai tujuan di dalam
kelas. Semesti dan seharusnya guru harus memiliki konsep. Konsep bagaimana akan
menyampaikan materi kepada siswa-siswanya. Dan pilihlah alat yang tepat demi
kemudahan dalam pengiriman pesan-pesan belajar kepada siswa.
Dan monoton dalam hal metode mengajar semestinya
menjadi hal yang dihindari. Memakan kuah bening setiap hari rasanya membuat
perut tidak bahagia. Sama halnya dengan siswa yang kirimkan menu sama setiap
pertemuan, itu tidak membuat gairah belajar mereka bahagia.
Teman-teman guru, kita berkreasi!
Tulisan ini saya ikut sertakan dalam guru blogger
inspiratif 2014 Indonesia Terdidik TIK.